1
ANGGARAN RUMAH TANGGA
ASOSIASI PENGACARA SYARI’AH INDONESIA
(APSI)
BAB I
HAKIKAT APSI
Pasal 1
Asosiasi Pengacara Syari’ah Indonesia (APSI) adalah organisasi profesi advokat yang
menghimpun dan mempersatukan advokat/pengacara syari’ah di Indonesia, bertujuan
meningkatkan pengabdiannya kepada masyarakat, bangsa, dan negara secara profesional
serta bertanggung jawab dengan tidak membedakan suku agama, keturunan, kedudukan,
dan golongan.
BAB II
ATRIBUT
Pasal 2
(1) APSI memiliki atribut berupa:
a. Lambang yang terdiri dari:
1. bintang melambangkan ketuhanan;
2. neraca melambangkan keadilan;
3. kitab melambangkan kebenaran;
4. tiga lingkaran oval melambangkan kesatuan iman, islam dan ihsan;
5. tulisan APSI berwarna hitam pekat.
b. Bendera berwarna hijau dengan lambang APSI di tengahnya.
(2) Atribut ditetapkan berdasarkan Keputusan Dewan Pengurus Pusat.
BAB III
KEANGGOTAAN
Pasal 3
Tata Cara Pendaftaran Keanggotaan
(1) Untuk menjadi Anggota Biasa, seorang advokat harus memenuhi persyaratan sebagai
berikut:
a. Mengajukan permohonan secara tertulis kepada Dewan Pengurus Wilayah di
mana Advokat tersebut berdomisili dengan melampirkan:
1. Menyerahkan foto copy legalisir Kartu Tanda Penduduk;
2. Menyerahkan foto copy legalisir Ijazah sarjana berlatar belakang pendidikan
tinggi hukum;
3. Menyerahkan foto copy Surat Keputusan pengangkatan sebagai Advokat;
4. Menyerahkan foto copy Berita Acara Sumpah Advokat yang dikeluarkan
Pengadilan Tinggi.
5. Melampirkan surat pernyataan tunduk pada peraturan organisasi APSI
dengan ditandatangani diatas materai cukup.
2
b. Membayar biaya pembuatan Kartu Anggota dan iuran anggota yang ditetapkan;
c. Pengesahan Anggota Biasa ditetapkan berdasarkan Keputusan Dewan Pengurus
Pusat.
(2) Untuk dapat menjadi Anggota Persiapan harus Sarjana berlatar belakang pendidikan
tinggi hukum yang telah mengikuti Pendidikan Profesi Advokat Syariah dan lulus
dalam Ujian Profesi Advokat Syariah kemudian ditetapkan sebagai Anggota
Persiapan berdasarkan Keputusan Dewan Pengurus Wilayah;
(3) Untuk dapat menjadi Anggota Kehormatan, di masing-masing tingkatan ditetapkan
oleh Dewan Pengurus Pusat, Dewan Pengurus Wilayah dan Dewan Pengurus
Cabang;
(4) Untuk menjadi Anggota Luar Biasa, seorang advokat asing harus menenuhi
persyaratan sebagai berikut:
a. Mengajukan permohonan tertulis kepada Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat
dengan melampirkan:
1. Daftar riwayat hidup
2. Pernyataan pernyataan dari kantor hukum yang mempekerjakan advokat
asing bahwa advokat asing tersebut dipekerjakan sebagai pegawai oleh kantor
yang bersangkutan;
3. Surat keterangan dari organisasi advokat asing bahwa advokat asing yang
bersangkutan terdaftar sebagai anggota aktif organisasi advokat yang
bersangkutan;
4. Pernyataan dari advokat asing bahwa yang bersangkutan akan tunduk
terhadap peraturan perundang-undangan Indonesia, khususnya UU Advokat,
dan juga Kode Etik Advokat Indonesia, serta peraturan-peraturan yang
ditetapkan oleh APSI
5. Fotokopi paspor advokat asing yang bersangkutan.
b. Membayar biaya pembuatan Kartu Anggota dan iuran anggota yang ditetapkan;
c. Pengesahan Anggota Luar Biasa ditetapkan berdasarkan Keputusan Dewan
Pengurus Pusat.
Pasal 4
Cuti Advokat
(1) Dalam hal Advokat/Pengacara Syariah yang menjadi anggota biasa menjadi pejabat
negara ataupun karena halangan lainnya tidak dapat melaksanakan tugas profesi
advokat selama memangku jabatan tersebut, wajib mengajukan cuti secara tertulis
kepada Dewan Pengurus Pusat melalui Dewan Pengurus Wilayah;
(2) Dalam hal Advokat/Pengacara Syariah telah selesai menjadi pejabat negara ataupun
sudah tidak ada halangan melaksanakan tugas profesi advokat sebagaiman ayat (1),
maka untuk dapat aktif kembali sebagai profesi advokat, maka Advokat/Pengacara
Syariah harus mengajukan permohonan kembali kepada Dewan Pengurus Pusat
melalui Dewan Pengurus Wilayah;
(3) Cuti Advokat/Pengacara Syariah ditetapkan oleh Dewan Pengurus Pusat.
3
Pasal 5
Berakhirnya keanggotaan
(1) Anggota Biasa, kehormatan dan luar biasa berakhir masa keanggotannya oleh
karena :
a. Meninggal dunia, mengundurkan diri dan diberhentikan sementara atau tetap
berdasarkan Keputusan Dewan Pengurus Pusat;
b. Dalam hal anggota meninggal dunia, maka Dewan Pengurus Pusat akan
mencoret dari daftar register keanggotaan dengan mengacu pada surat
keterangan yang diterbitkan oleh Dewan Pengurus Wilayah setempat;
c. Dalam hal anggota mengundurkan diri, anggota wajib menyampaikan
pengunduran dirinya secara tertulis disertai alasan kepada Dewan Pengurus
Pusat melalui Dewan Pengurus Wilayah untuk kemudian dapat diterbitkan
Keputusan Pemberhentian tetap dan pencoretan register keanggotaan oleh
Dewan Pengurus Pusat;
d. Dalam hal anggota diberhentikan sementara ataupun tetap oleh Dewan Pengurus
Pusat berdasarkan putusan Komisi Etik di masing-masing tingkatan;
e. Dalam hal anggota diberhentikan secara tetap, Dewan Pengurus Pusat
menerbitkan Surat Keputusan Pemberhentian tetap dan pencoretan register
keanggotaan.
Pasal 6
Hak dan Kewajiban Anggota
(1) Hak-hak anggota adalah sebagai berikut:
a. Memperoleh perlakuan yang sama dari organisasi;
b. Memberikan pendapat dan mengajukan usul-usul dan saran-saran untuk
kemajuan organisasi;
c. Memperoleh perlindungan dan bantuan dari organisasi apabila menghadapi
kesulitan dalam menjalankan profesi;
d. Memperoleh perlindungan, pembelaan, pendidikan, dan bimbingan dari
organisasi;
e. Bagi anggota biasa memiliki hak untuk dipilih dan memilih dalam pemilihan di
Munas, Muswil dan Muscab dengan mengacu pada ketentuan AD, ART dan
peraturan organisasi.
(2) Kewajiban-kewajiban anggota adalah sebagai berikut:
a. Menjaga serta mempertahankan nama baik dan kehormatan organisasi;
b. Mentaati dan melaksanakan seluruh ketentuan sebagaimana diatur dalam
AD/ART dan semua peraturan organisasi;
c. Ikut aktif dalam usaha-usaha memajukan organisasi;
d. Selalu memelihara kebersamaan dan berusaha saling mengingatkan sesama
anggota agar selalu berpegang teguh pada kode etik dan berakhlaqul karimah.
4
BAB V
SUSUNAN ORGANISASI
Pasal 7
Susunan Dewan Pengurus Pusat
(1) Susunan Dewan Pengurus Pusat terdiri dari:
a. Ketua Umum;
b. Wakil Ketua Umum;
c. Sekretaris Umum;
d. Bendahara Umum;
e. Badan-badan otonom yang terdiri dari :
1. Pendidikan Advokat
2. Pelatihan Advokat
3. Ekonomi Syariah
4. Mediator dan Arbiter Syariah
5. Pengembangan Program
6. Keanggotaan
7. Keorganisasian
8. Pusdata dan Sertifikasi
9. Pelantikan dan Sumpah Advokat
10. Kemitraan Perguruan Tinggi
11. Kemitraan Dalam Negeri
12. Kemitraan Luar Negeri
13. Kemitraan Industri, Bisnis dan Korporasi
14. Pusat Mediasi dan Bantuan Hukum
15. Pembelaan Profesi dan Organisasi
16. Perempuan, Anak dan Kelompok Rentan
17. Riset dan Penelitian
18. Pengembangan Hukum dan Perundang-undangan
19. Hubungan Masyarakat
20. Fundraising Syari’ah
21. Publikasi, Dokumentasi dan Digital IT
(2) Susunan Dewan Pengurus Pusat dapat diperluas berdasarkan Keputusan Ketua
Umum Dewan Pengurus Pusat;
(3) Pengangkatan Pengurus Dewan Pengurus Pusat dan Pembagian tugas diatur
berdasarkan Surat Keputusan Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat.
(4) Kewenangan Badan Otonom Dewan Pengurus Pusat sebagaimana pasal 7 ayat (1)
huruf e berdasarkan peraturan organisasi;
5
Pasal 8
Susunan Dewan Pengurus Wilayah dan Dewan Pengurus Cabang
Susunan Dewan Pengurus Wilayah (DPW) dan Dewan Pengurus Cabang (DPC)
sekurang-kurangnya terdiri dari:
1. Ketua;
2. Wakil Ketua;
3. Sekretaris;
4. Bendahara;
5. Departemen-departemen yang membidangi pendidikan, advokasi dan bantuan
hukum, hubungan masyarakat.
Pasal 9
Syarat dan Ketentuan Menjadi
Ketua Umum, Ketua Wilayah dan Ketua Cabang
(1) Untuk dapat menjadi Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat harus memenuhi
ketentuan sebagai berikut:
a. Telah diangkat sebagai Advokat sekurang-kurangnya 10 tahun;
b. Telah ditetapkan sebagai Anggota biasa dengan menunjukkan bukti KTA APSI
asli dan masih berlaku kepada panitia pemilih;
c. Pernah menjabat sebagai Dewan Pengurus Pusat atau Dewan Pengurus
Wilayah secara aktif sekurang-kurangnya selama 5 tahun berturut-turut;
d. Memiliki integritas dan kapabilitas yang mumpuni serta berkomitmen
memajukan APSI;
e. Tidak sedang menjabat pengurus harian di organisasi advokat lain;
f. Tunduk pada Angaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga dan Peraturan
Organisasi APSI.
(2) Untuk dapat menjadi Ketua Dewan Pengurus Wilayah harus memenuhi ketentuan
sebagai berikut:
a. Telah diangkat sebagai Advokat sekurang-kurangnya 5 tahun;
b. Telah ditetapkan sebagai Anggota biasa;
c. Pernah menjabat sebagai Dewan Pengurus Wilayah atau Dewan Pengurus
Cabang secara aktif sekurang-kurangnya selama 2 tahun berturut-turut;
d. Memiliki integritas dan kapabilitas yang mumpuni serta berkomitmen
memajukan APSI;
e. Tidak sedang menjabat pengurus harian di organisasi advokat lain;
f. Menaati Angaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga dan Peraturan Organisasi
APSI.
(3) Untuk dapat menjadi Ketua Dewan Pengurus Cabang harus memenuhi ketentuan
sebagai berikut:
a. Telah diangkat sebagai Advokat sekurang-kurangnya 3 tahun;
b. Telah ditetapkan sebagai Anggota biasa;
c. Pernah menjabat sebagai Dewan Pengurus Cabang secara aktif sekurangkurangnya selama 2 tahun berturut-turut;
d. Memiliki integritas dan kapabilitas yang mumpuni serta berkomitmen
memajukan APSI;
6
e. Tidak sedang menjabat pengurus harian di organisasi advokat lain;
f. Menaati Angaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga dan Peraturan Organisasi
APSI.
(4) Untuk dapat menjadi Pengurus Harian Dewan Pengurus di tingkat Pusat, Wilayah
dan Cabang harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:
a. Telah ditetapkan sebagai Anggota biasa;
b. Memiliki pengalaman berorganisasi;
c. Menyatakan komitmennya memajukan APSI;
d. Tidak sedang merangkap pengurus harian di organisasi advokat lain;
e. Mentaati Angaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga dan Peraturan Organisasi
APSI.
(5) Ketentuan sebagaimana ayat (4) berlaku untuk seluruh Pengurus selain Pengurus
Harian Dewan Pengurus Pusat kecuali telah ditentukan lain secara tegas dalam
Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga;
(6) Dalam hal tidak terdapat Anggota biasa dalam kepengurusan Dewan Pengurus
Wilayah dan Dewan Pengurus Cabang, Ketua Wilayah atau Cabang bersama
formatur dapat menunjuk Anggota Persiapan kecuali pengurus harian dan bidang
advokasi dan bantuan hukum.
BAB VI
SYARAT DAN TATA CARA MUSYAWARAH NASIONAL
Pasal 10
Syarat Musyawarah Nasional
(1) Musyawarah Nasional dilaksanakan oleh Dewan Pengurus Pusat sedikitnya 5 (lima)
tahun sekali;
(2) Musyawarah Nasional dihadiri oleh:
a. Dewan Pengurus Pusat, Dewan Penasehat, Dewan Kehormatan di tingkat Pusat,
Dewan Pengurus Wilayah (DPW) dan Dewan Pengurus Cabang (DPC) sebagai
peserta;
b. Utusan/wakil advokat dari wilayah yang belum ada Dewan Pengurus Wilayah
(DPW) atau Dewan Pengurus Cabang (DPC) sebagai peserta peninjau.
(3) Peserta yang memiliki hak suara sebagaimana ayat (2) hanyalah satu orang
perwakilan dari masing-masing Dewan Pengurus Pusat, Dewan Pengurus Wilayah
dan Dewan Pengurus Cabang yang terdaftar hadir;
(4) Pimpinan sidang Musyawarah Nasional dipilih oleh dan dari peserta yang memiliki
hak suara dalam Musyawarah Nasional yang terdaftar hadir;
(5) Dalam hal pimpinan sidang Musyawarah Nasional belum terpilih, Dewan Pengurus
Pusat bertindak sebagai pimpinan sementara;
(6) Dalam hal terjadi jalan buntu (deadlock), Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat
menunjuk Wakil Ketua Umum sebagai pimpinan sidang;
(7) Tata tertib persidangan dalam Musyawarah Nasional diatur dalam peraturan
organisasi.
7
Pasal 11
Tata Cara Musyawarah Nasional
(1) Musyawarah Nasional dinyatakan kuorum apabila dihadiri oleh lebih dari 1/2 dari
jumlah yang hadir sebagaimana Pasal 10 ayat (2);
(2) Dalam hal kuorum tidak tercapai, Musyawarah Nasional diundur 2 (dua) jam, dan
setelah itu Musyawarah Nasional dinyatakan dibuka kembali dengan tidak terikat
oleh kuorum tersebut dan selanjutnya Musyawarah Nasional dapat mengambil
keputusan-keputusan secara sah berdasarkan musyawarah untuk mufakat;
(3) Dalam hal musyawarah untuk mufakat tidak tercapai, maka keputusan di ambil
dengan pemungutan suara berdasarkan suara terbanyak;
(4) Untuk kepentingan persidangan, sidang Musyawarah Nasional dapat dibagi melalui
sidang pleno dan sidang komisi;
(5) Musyawarah untuk memilih Ketua Umum dianggap sah apabila dihadiri sekurangkurangnya 2/3 dari jumlah peserta yang memiliki hak suara yang terdaftar hadir
sebagaimana Pasal 10 ayat (3);
(6) Musyawarah Nasional untuk merubah Anggaran Dasar dan/atau Anggaran Rumah
Tangga dianggap sah apabila dihadiri sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah peserta
yang memiliki hak suara dan terdaftar hadir sebagaimana Pasal 10 ayat (3)
BAB VII
SYARAT DAN TATA CARA MUSYAWARAH NASIONAL LUAR BIASA
Pasal 12
(1) Musyawarah Nasional Luar Biasa dilaksanakan oleh Dewan Pengurus Pusat atas
usulan tertulis dari sedikitnya 2/3 jumlah Dewan Pengurus Wilayah
(2) Dalam hal Dewan Pengurus Pusat tidak dapat melaksanakan Musyawarah Nasional
Luar Biasa sebagaimana ayat (1), maka 2/3 Dewan Pengurus Wilayah pengusul dapat
membentuk kepanitian Musyawarah Nasional Luar Biasa;
(3) Musyawarah Nasional Luar Biasa dihadiri oleh:
a. Dewan Pengurus Pusat, Dewan Kehormatan dan Dewan Penasihatdi tingkat
Pusat, Dewan Pengurus Wilayah (DPW), Dewan Pengurus Cabang (DPC) dan
Badan-badan otonom sebagai peserta;
b. Utusan/wakil advokat dari wilayah yang belum ada Dewan Pengurus Wilayah
(DPW) atau Dewan Pengurus Cabang (DPC) sebagai peserta peninjau.
(4) Peserta yang memiliki hak suara sebagaimana ayat (3) hanyalah 1 (satu) orang
perwakilan dari masing-masing Dewan Pengurus Wilayah dan Dewan Pengurus
Cabang yang terdaftar hadir;
(5) Pimpinan sidang Musyawarah Nasional Luar Biasa dipilih oleh dan dari peserta yang
memiliki hak suara dalam Musyawarah Nasional Luar Biasa yang terdaftar hadir;
(6) Dalam hal pimpinan sidang Musyawarah Nasional Luar Biasa belum terpilih, Dewan
Pengurus Pusat bertindak sebagai pimpinan sementara;
(7) Dalam hal terjadi jalan buntu (deadlock) dalam pemilihan pimpinan sidang, Ketua
Umum Dewan Pengurus Pusat menunjuk Wakil Ketua Umum sebagai pimpinan
sidang;
8
(8) Dalam hal Musyawarah Nasional Luar Biasa dilaksanakan sebagaimana Pasal 13
ayat (2), Unsur Dewan Pengurus Wilayah yang menjadi tuan rumah penyelenggaraan
Musyawarah Nasional Luar Biasa dapat ditunjuk sebagai Pimpinan sidang;
(9) Tata cara pelaksanaan Musyawarah Nasional Luar Biasa diatur sebagaimana dalam
Pasal 12;
(10) Tata tertib persidangan dalam Musyawarah Nasional Luar Biasa diatur dalam
Peraturan Organisasi.
BAB VIII
SYARAT DAN TATA CARA RAPAT KERJA NASIONAL
Pasal 13
(1) Rapat Kerja Nasional dilaksanakan oleh Dewan Pengurus Pusat sedikitnya sekali
dalam 2 (dua) tahun;
(2) Peserta Rapat Kerja Nasional sama dengan Musyawarah Nasional sebagaimana pasal
10 ayat (2);
(3) Rapat Kerja Nasional dipimpin Ketua Umum atau Wakil Ketua Umum;
(4) Rapat Kerja Nasional kuorum apabila dihadiri oleh lebih dari 1/2 dari jumlah yang
hadir sebagaimana Pasal 10 ayat (2);
(5) Dalam hal kuorum tidak tercapai, Rapat Kerja Nasional diundur 2 (dua) jam, dan
setelah itu Rapat Kerja Nasional dinyatakan dibuka kembali dengan tidak terikat oleh
korum tersebut dan selanjutnya Rakernas dapat mengambil keputusan- keputusan
secara sah berdasarkan musyawarah untuk mufakat;
(6) Dalam hal musyawarah untuk mufakat tidak tercapai, maka Ketua Umum Dewan
Pengurus Pusat dapat mengambil keputusan berdasarkan masukan dari Dewan
Kehormatan dan Dewan Penasihat di tingkat pusat.
BAB IX
SYARAT DAN TATA CARA RAPAT PENGURUS NASIONAL
Pasal 14
(1) Rapat Pengurus Nasional dilaksanakan oleh Dewan Pengurus Pusat sedikitnya sekali
setahun;
(2) Rapat Pengurus Nasional dihadiri oleh Dewan Pengurus Pusat, Dewan Kehormatan
dan Dewan Penasihat di tingkat Pusat dan Badan-badan otonom;
(3) Dalam hal tertentu Rapat Pengurus Nasional dapat mengundang Dewan Pengurus
Wilayah;
(4) Rapat Pengurus Nasional dipimpin Ketua Umum atau Wakil Ketua Umum;
(5) Rapat Pengurus Nasional mencapai kuorum apabila dihadiri lebih dari 1/2 (setengah)
peserta yang hadir sebagaimana ayat (2);
(6) Dalam hal kuorum tidak tercapai, Rapat Pengurus Nasional diundur 1 (satu) jam, dan
setelah itu Rapat Pengurus Nasional dinyatakan dibuka kembali dengan tidak terikat
oleh kuorum tersebut dan selanjutnya Rapat Pengurus Nasional dapat
9
mengambil keputusan-keputusan secara sah berdasarkan musyawarah untuk
mufakat;
(7) Dalam hal musyawarah untuk mufakat tidak tercapai, maka Ketua Umum Dewan
Pengurus Pusat dapat mengambil keputusan berdasarkan masukan dari Dewan
Kehormatan dan Dewan Penasihat di tingkat pusat.
BAB X
SYARAT DAN TATA CARA RAPAT KOORDINASI NASIONAL
Pasal 15
(1) Rapat Koordinasi Nasional dihadiri oleh Dewan Pengurus Pusat, Dewan Pengurus
Wilayah dan Badan-badan otonom di tingkat pusat;
(2) Rapat Koordinasi Nasional dipimpin Ketua Umum atau Wakil Ketua Umum atau
Ketua Wilayah yang disepakati peserta yang hadir;
(3) Dalam hal tertentu Rapat Koordinasi Nasional dapat mengundang Dewan Pengurus
Cabang;
(4) Rapat Koordinasi Nasional kuorum apabila dihadiri lebih dari 1/2 (setengah) dari
jumlahyang hadir sebagaimana ayat (1);
(5) Dalam hal kuorum tidak tercapai, Rapat Koordinasi Nasional diundur 2 (satu) jam,
dan setelah itu Rapat Koordinasi Nasional dinyatakan dibuka kembali dengan tidak
terikat oleh kuorum tersebut dan selanjutnya Rapat Koordinasi Nasional dapat
mengambil rekomendasi-rekomendasi secara sah berdasarkan musyawarah untuk
mufakat;
(6) Rapat Koordinasi Nasional dapat diselenggarakan sewaktu-waktu sepanjang
disepakati oleh Dewan Pengurus Wilayah dan Dewan Pengurus Pusat.
BAB XI
SYARAT DAN TATA CARA MUSYAWARAH WILAYAH
Pasal 16
(1) Musyawarah Wilayah dilaksanakan oleh Dewan Pengurus Wilayah sedikitnya 5
(lima) tahun sekali, setelah mendapatkan persetujuan Dewan Pengurus Pusat;
(2) Musyawarah Wilayah dihadiri oleh Dewan Pengurus Wilayah, Dewan Kehormatan
dan Dewan Penasihat ditingkat wilayah dan Dewan Pengurus Cabang sebagai
Peserta serta Dewan Pengurus Pusat sebagai Peserta Peninjau;
(3) Peserta yang memiliki hak suara sebagaimana ayat (2) hanyalah satu orang
perwakilan dari masing-masing Dewan Pengurus Cabang yang terdaftar hadir;
(4) Dalam hal wilayah tertentu belum memiliki cabang-cabang maka pemilik hak suara
adalah peserta sebagaimana ayat (2) termasuk di dalamnya peserta peninjau;
(5) Pimpinan sidang Musyawarah Wilayah dipilih oleh peserta sebagaimana ayat (2);
(6) Dalam hal pimpinan sidang Musyawarah Wilayah belum terpilih, Dewan Pengurus
Wilayah bertindak sebagai pimpinan sementara;
(7) Dalam hal terjadi jalan buntu (deadlock), pimpinan sidang diambil oleh Dewan
Pengurus Pusat;
10
(8) Tata tertib persidangan dalam Musyawarah Wilayah diatur dalam peraturan
organisasi.
Pasal 17
Tata Cara Musyawarah Wilayah
(1) Musyawarah Wilayah sah apabila dihadiri oleh lebih dari 1/2 (setengah) dari jumlah
yang hadir sebagaimana Pasal 17 ayat (2)
(2) Dalam hal kuorum tidak tercapai, Musyawarah Wilayah diundur 2 (dua) jam, dan
setelah itu Musyawarah Wilayah dinyatakan dibuka kembali dengan tidak terikat
oleh kuorum tersebut dan selanjutnya Musyawarah Wilayah dapat mengambil
keputusan-keputusan secara sah berdasarkan musyawarah untuk mufakat;
(3) Dalam hal musyawarah untuk mufakat tidak tercapai, maka keputusan di ambil
dengan pemungutan suara berdasarkan suara terbanyak;
(4) Musyawarah untuk memilih Ketua Wilayah dianggap sah apabila dihadiri sekurangkurangnya 2/3 dari jumlah peserta yang telah terdaftar hadir.
BAB XII
SYARAT DAN TATA CARA MUSYAWARAH WILAYAH LUAR BIASA
Pasal 18
(1) Musyawarah Wilayah Luar Biasa dilaksanakan oleh Dewan Pengurus Wilayah atas
usulan tertulis dari sedikitnya 2/3 jumlah Dewan Pengurus Cabang;
(2) Dalam hal wilayah tertentu belum memiliki cabang-cabang, maka Musyawarah
Wilayah Luar Biasa dapat diusulkan secara tertulis oleh Dewan Kehormatan di
tingkat wilayah kepada Dewan Pengurus Pusat;
(3) Dalam hal Dewan Pengurus Wilayah tidak dapat melaksanakan Musyawarah
Wilayah Luar Biasa sebagaimana ayat (1), Dewan Pengurus Pusat dapat membentuk
kepanitian Musyawarah Wilayah Luar Biasa;
(4) Peserta dalam Musyawarah Wilayah Luar Biasa, Pimpinan sidang dan Tata tertib
persidangan sebagaimana Pasal 17;
(5) Tata Cara Musyawarah Wilayah Luar Biasa sebagaimana Pasal 18
BAB XIII
SYARAT DAN TATA CARA RAPAT KERJA WILAYAH
Pasal 19
(1) Rapat Kerja Wilayah dilaksanakan oleh Dewan Pengurus Wilayah sedikitnya sekali
dalam 2 (dua) tahun;
(2) Peserta Rapat Kerja Wilayah sebagaimana Pasal 16 ayat (2) kecuali Dewan Pengurus
Pusat ditambah Badan-badan otonom di tingkat wilayah;
(3) Rapat Kerja Wilayah dipimpin Ketua atau Wakil Ketua;
(4) Rapat Kerja Wilayah kuorum apabila dihadiri oleh lebih dari 1/2 jumlah yang hadir
sebagaimana ayat (2);
(5) Dalam hal kuorum tidak tercapai, Rapat Kerja Wilayah diundur 1 (satu) jam, dan
setelah itu Rapat Kerja Wilayah dinyatakan dibuka kembali dengan tidak terikat
11
oleh korum tersebut dan selanjutnya Rapat Kerja Wilayah dapat mengambil
keputusan-keputusan secara sah berdasarkan musyawarah untuk mufakat;
(6) Dalam hal musyawarah untuk mufakat tidak tercapai, maka Ketua Dewan Pengurus
Wilayah dapat mengambil keputusan berdasarkan masukan dari Dewan Kehormatan
dan Dewan Penasihat di tingkat wilayah.
BAB XIV
SYARAT DAN TATA CARA RAPAT PENGURUS WILAYAH
Pasal 20
(1) Rapat Pengurus Wilayah dilaksanakan oleh Dewan Pengurus Wilayah sedikitnya
sekali setahun;
(2) Rapat Pengurus Wilayah dihadiri oleh Dewan Pengurus Wilayah, Dewan
Kehormatan dan Dewan Penasihat di tingkat Wilayah, serta Badan-badan otonom di
tingkat wilayah;
(3) Dalam hal tertentu Rapat Pengurus Wilayah dapat mengundang Dewan Pengurus
Cabang;
(4) Rapat Pengurus Wilayah dipimpin Ketua atau Wakil Ketua;
(5) Rapat Pengurus Wilayah mencapai kuorum apabila dihadiri lebih dari 1/2 (setengah)
dari jumlah yang hadir sebagaimana ayat (2);
(6) Dalam hal kuorum tidak tercapai, Rapat Pengurus Wilayah diundur 1 (satu) jam, dan
setelah itu Rapat Pengurus Wilayah dinyatakan dibuka kembali dengan tidak terikat
oleh kuorum tersebut dan selanjutnya Rapat Pengurus Wilayah dapat mengambil
keputusan-keputusan secara sah berdasarkan musyawarah untuk mufakat;
(7) Dalam hal musyawarah untuk mufakat tidak tercapai, maka Ketua Dewan Pengurus
Wilayah dapat mengambil keputusan berdasarkan masukan dari Dewan Kehormatan
dan Dewan Penasihat di tingkat wilayah
BAB XV
SYARAT DAN TATA CARA RAPAT KOORDINASI WILAYAH
Pasal 21
(1) Rapat Koordinasi Wilayah dihadiri oleh Dewan Pengurus Wilayah, Dewan Pengurus
Cabang dan Badan-badan otonom di tingkat Wilayah;
(2) Rapat Koordinasi Wilayah dipimpin Ketua atau Wakil Ketua Wilayah atau Ketua
Cabang yang disepakati peserta yang hadir;
(3) Rapat Koordinasi Wilayah kuorum apabila dihadiri lebih dari 1/2 (setengah) dari
jumlah yang hadir sebagaimana ayat (1);
(4) Dalam hal kuorum tidak tercapai, Rapat Koordinasi Wilayah diundur 1 (satu) jam,
dan setelah itu Rapat Koordinasi Wilayah dinyatakan dibuka kembali dengan tidak
terikat oleh kuorum tersebut dan selanjutnya Rapat Koordinasi Wilayah dapat
mengambil rekomendasi-rekomendasi secara sah berdasarkan musyawarah untuk
mufakat;
(5) Rapat Koordinasi Wilayah dapat diselenggarakan sewaktu-waktu sepanjang
disetujui Dewan Pengurus Pusat;
12
(6) Rapat Koordinasi Wilayah tidak dapat dilaksanakan dalam hal Wilayah tidak
memiliki cabang-cabang.
BAB XVI
SYARAT DAN TATA CARA MUSYAWARAH CABANG
Pasal 22
(1) Musyawarah Cabang dilaksanakan oleh Dewan Pengurus Cabang sedikitnya 5 (lima)
tahun sekali, setelah mendapatkan persetujuan Dewan Pengurus Pusat melalui
Dewan Pengurus Wilayah;
(2) Musyawarah Cabang dihadiri oleh Dewan Pengurus Cabang, Dewan Kehormatan
dan Dewan Penasihat di tingkat cabang, anggota biasa ditingkat cabang yang tidak
menduduki kepengurusan Dewan Pengurus Cabang sebagai peserta, serta Dewan
Pengurus Wilayah sebagai peserta peninjau;
(3) Peserta sebagaimana ayat (2) memiliki hak suara kecuali Dewan Pengurus Wilayah;
(4) Pimpinan sidang Musyawarah Cabang dipilih oleh peserta sebagaimana ayat (2);
(5) Dalam hal pimpinan sidang Musyawarah Cabang belum terpilih, Dewan Pengurus
Wilayah bertindak sebagai pimpinan sementara;
(6) Dalam hal terjadi jalan buntu (deadlock), pimpinan sidang diambil oleh Dewan
Pengurus Wilayah;
(7) Tata tertib persidangan dalam Musyawarah Cabang diatur dalam peraturan
organisasi.
Pasal 23
Tata Cara Musyawarah Cabang
(1) Musyawarah Cabang sah apabila dihadiri oleh lebih dari 1/2 (setengah) dari jumlah
yang hadir sebagaimana Pasal 22 ayat (2);
(2) Dalam hal kuorum tidak tercapai, Musyawarah Cabang diundur 2 (dua) jam, dan
setelah itu Musyawarah Cabang dinyatakan dibuka kembali dengan tidak terikat oleh
kuorum tersebut dan selanjutnya Cabang dapat mengambil keputusan- keputusan
secara sah berdasarkan musyawarah untuk mufakat;
(3) Dalam hal musyawarah untuk mufakat tidak tercapai, maka keputusan di ambil
dengan pemungutan suara berdasarkan suara terbanyak;
(4) Musyawarah untuk memilih Ketua Cabang dianggap sah apabila dihadiri sekurangkurangnya 2/3 dari jumlah peserta yang telah terdaftar hadir
BAB XVII
SYARAT DAN TATA CARA MUSYAWARAH CABANG LUAR BIASA
Pasal 24
(1) Musyawarah Cabang Luar Biasa dilaksanakan oleh Dewan Pengurus Cabang atas
usulan tertulis dari sedikitnya 2/3 jumlah Anggota Cabang;
(2) Dalam hal Dewan Pengurus Cabang tidak dapat melaksanakan Musyawarah Cabang
Luar Biasa sebagaimana ayat (1), Dewan Pengurus Wilayah dapat membentuk
kepanitian Musyawarah Wilayah Luar Biasa;
13
(3) Dalam hal Dewan Pengurus Cabang dan Dewan Pengurus Wilayah tidak dapat
melaksanakan Musyawarah Cabang Luar Biasa sebagaimana ayat (1) dan (2), maka
Dewan Pengurus Pusat dapat membentuk kepanitian Musyawarah Cabang Luar
Biasa;
(4) Peserta dalam Musyawarah Cabang Luar Biasa, Pimpinan sidang dan Tata tertib
persidangan diatur sebagaimana dalam Pasal 22;
(5) Tata Cara Musyawarah Cabang Luar Biasa diatur sebagaimana dalam Pasal 24.
BAB XVII
SYARAT DAN TATA CARA RAPAT KERJA CABANG
Pasal 25
(1) Rapat Kerja Cabang dilaksanakan oleh Dewan Pengurus Cabang sedikitnya sekali
dalam 2 (dua) tahun;
(2) Peserta Rapat Kerja Cabang sebagaimana Pasal 22 ayat (2) kecuali Dewan Pengurus
Wilayah;
(3) Rapat Kerja Cabang dipimpin Ketua atau Wakil Ketua;
(4) Rapat Kerja Wilayah kuorum apabila dihadiri oleh lebih dari 1/2 jumlah yang hadir
sebagaimana ayat (2);
(5) Dalam hal kuorum tidak tercapai, Rapat Kerja Cabang diundur 1 (satu) jam, dan
setelah itu Rapat Kerja Cabang dinyatakan dibuka kembali dengan tidak terikat oleh
korum tersebut dan selanjutnya Rapat Kerja Cabang dapat mengambil keputusankeputusan secara sah berdasarkan musyawarah untuk mufakat;
(6) Dalam hal musyawarah untuk mufakat tidak tercapai, maka Ketua Dewan Pengurus
Cabang dapat mengambil keputusan berdasarkan masukan dari Dewan Kehormatan
dan Dewan Penasihat di tingkat Cabang.
BAB XVIII
SYARAT DAN TATA CARA RAPAT PENGURUS CABANG
Pasal 26
(1) Rapat Pengurus Cabang dilaksanakan oleh Dewan Pengurus Cabang sedikitnya
sekali setahun;
(2) Rapat Pengurus Cabang dihadiri oleh Dewan Pengurus Cabang, Dewan
Kehormatan dan Dewan Penasihat di tingkat Cabang;
(3) Dalam hal tertentu Rapat Pengurus Cabang dapat mengundang Anggota biasa diluar
Dewan Pengurus Cabang;
(4) Rapat Pengurus Cabang dipimpin Ketua atau Wakil Ketua;
(5) Rapat Pengurus Cabang mencapai kuorum apabila dihadiri lebih dari 1/2 (setengah)
dari jumlah yang hadir sebagaimana ayat (2);
(6) Dalam hal kuorum tidak tercapai, Rapat Pengurus Cabang diundur 1 (satu) jam, dan
setelah itu Rapat Pengurus Cabang dinyatakan dibuka kembali dengan tidak terikat
oleh kuorum tersebut dan selanjutnya Rapat Pengurus Cabang dapat mengambil
keputusan-keputusan secara sah berdasarkan musyawarah untuk mufakat;
14
(7) Dalam hal musyawarah untuk mufakat tidak tercapai, maka Ketua Dewan Pengurus
Cabang dapat mengambil keputusan berdasarkan masukan dari Dewan Kehormatan
dan Dewan Penasihat di tingkat Cabang.
BAB XIX
TATA CARA PEMBENTUKAN KOMISI ETIK
Pasal 27
(1) Komisi Etik dibentuk oleh Dewan Pengurus Pusat berdasarkan rekomendasi Dewan
Kehormatan di masing-masing tingkatan;
(2) Komisi Etik berbentuk Majelis yang berjumlah ganjil sekurang-kurangnya 3 (tiga)
orang yang ditetapkan oleh Dewan Pengurus Pusat yang terdiri dari 2 (dua) orang
dari unsur Dewan Kehormatan Pusat APSI dan 1(satu) orang dari unsur Dewan
Pengurus Pusat APSI;
(3) Ketua Majelis Komisi Etik diketuai oleh seorang dari Dewan Kehormatan;
(4) Persidangan Majelis Komisi Etik dilakukan secara tertutup;
(5) Keputusan Majelis Komis Etik tidak menghilangkan tanggung jawab pidana apabila
pelanggaran terhadap kode etik profesi Advokat mengandung unsur pidana;
(6) Hukum Acara Persidangan Komisi Etik diatur dalam Peraturan Organisasi.
BAB XX
WEWENANG DAN SUSUNAN DEWAN KEHORMATAN
Pasal 28
(1) Dewan Kehormatan APSI berwenang mengawasi etika dan perilaku
Advokat/Pengacara anggota APSI, termasuk di dalamnya menerima dan memeriksa
pengaduan dari pihak yang dirugikan terkait dengan pelanggaran kode etik advokat;
(2) Dewan Kehormatan APSI berwenang memanggil anggota untuk dimintai keterangan
terkait aduan pelanggaran kode etik;
(3) Dewan Kehormatan APSI berwenang memberikan rekomendasi kepada Dewan
Pengurus Pusat untuk membentuk Komisi Etik berdasarkan hasil pemeriksaan atas
pengaduan terkait pelanggaran kode etik advokat;
(4) Susunan Dewan Kehormatan tingkat pusat, wilayah, dan cabang adalah terdiri dari
unsur Advokat/Pengacara, Akademisi dan Tokoh Masyarakat/Agama yang
berjumlah sekurang-kurangnya 3 (tiga) orang yang dapat menduduki sebagai Ketua,
Wakil Ketua dan Anggota.
BAB XXI
TUGAS DAN SUSUNAN DEWAN PENASEHAT
Pasal 29
(1) Dewan Penasihat dalam menjalankan tugasnya memberikan pertimbangan, saran,
usul, nasihat atau pemikiran bagi kemajuan APSI;
(2) Dewan Penasihat dibentuk di tingkat Pusat, Wilayah dan Cabang;
15
(3) Dewan Penasihat tingkat Pusat diangkat oleh Dewan Pengurus Pusat, Dewan
Penasihat tingkat Wilayah diangkat oleh Dewan Pengurus Wilayah dan Dewan
Penasihat tingkat Cabang diangkat oleh Dewan Pengurus Cabang;
(4) Dewan Penasihat sekurang-kurangnya berjumlah 3 (tiga) orang yang unsurnya
diserahkan sepenuhnya kepada Dewan Pengurus di masing-masing tingkatan;
(5) Susunan Dewan Penasihat sekurang-kurangnya terdiri dari Ketua, Wakil Ketua dan
Anggota.
BAB XXII
KEKAYAAN
Pasal 30
(1) Kekayaan organisasi antara lain terdiri dari :
a. Kas Organisasi
b. Pendaftaran dan Iuran Anggota
c. Barang bergerak maupun barang tidak bergerak yang tercatat dalam buku
daftar inventaris organisasi.
d. Usaha kegiatan organisasi yang halal dan sah
e. Sumbangan lain yang sah dan halal yang ketentuan dan tata cara perolehannya
diatur dalam Peraturan Organisasi.
(2) Kekayaan organisasi diaudit secara internal dan dalam hal diperlukan dapat diaudit
secara eksternal;
(3) Dalam hal APSI dibubarkan, maka sisa kekayaan setelah dikurangi dengan pelunasan
semua utang dan kewajiban organisasi, diserahkan kepada organisasi sosial
kemasyarakatan lain yang memiliki maksud dan tujuan yang sama atau hampir sama
dengan organisasi ini.
BAB XXIII
PENUTUP
Pasal 31
(1) Hal-hal yang tidak diatur dalam Aggaran Rumah Tangga ini akan diatur dalam
Peraturan Organisasi;
(2) Anggaran rumah tangga ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.
Pimpinan Sidang
Syamsul Munir,
Ketua
Dahlang., Ichwan,
Anggota Anggota
Ditetapkan di : Pekanbaru
Pada Tanggal : 21-23 November 2019 M
29 Muharram 1438 H